Kopi

Kopi, apa yang anda pikirkan ketika mendengar kata tersebut? Anda bebas berinterpretasi. Bisa saja anda membayangkan suatu cairan hitam pekat pahit, atau mungkin sajian lembut yang menemani obrolan bersama rekan-rekan anda, dan bisa saja sebuah kedai franchise mewah di pusat perbelanjaan.

Saat ini, kenikmatan dari secangkir kopi panas bukanlah hal yang sulit dicari, dari warung sebelah rumah yang siap memberikan sachet-sachet mungil untuk anda seharga 1000 perak, sampai kedai mewah tempat para pebisnis parlente bertransaksi yang menyediakan anda kopi dengan harga sinting.

Apa yang dicari dari secangkir kopi? Dari tukang becak sampai miliader sukses, semuanya berlomba mengekspresikan kenikmatan dengan decakan mendesah ‘ahh..’ pada tiap sesapan pertama. Apa yang begitu membedakan kopi dengan minuman lainnya? Bukankah Kola berkarbonasi lebih manis? Wine kelas tinggi lebih berkelas? Dan bandrek lebih menghangatkan? Yang jelas, kopi mempunyai perbedaan mendasar dari kesemuanya.

Jelas.. tapi apa?

Saya bisa bilang, rasanya. Tentu saja, kakek-kakek yang nggak bisa nyebrang jalan pun tau kalau kopi mempunyai rasa yang berbeda dari sekedar air putih. Tapi maksud saya adalah.. rasanya yang pahit.

Kepahitan kopi adalah sensasi rasa yang dicari orang-orang yang meminumnya. Hitamnya kopi adalah warna yang dicari para penikmatnya. Semua orang yang berada didunia ini selalu berusaha untuk selangkah lebih maju di masa depan, mereka yang kemarin harus ratusan langkah lebih maju pada hari esok, dan entah bagaimana caranya, apapun mereka, baik pedagang asongan maupun pengusaha sukses harus terus mengarah ke puncak tertinggi dari kehidupan mereka. Jelas. Insting dasar manusia yang selalu berusaha mengaktualisasikan diri mereka.

Perjuangan mereka tentunya mempunyai batas, ada masanya mereka mengalami lelah, letih, capai dengan usaha mereka untuk menempuh mimpi-mimpi mereka. Disinilah minuman hitam ini mengambil tempat di hati mereka.

Hitamnya kopi, pahitnya kopi adalah sebagai pengingat bahwa hidup yang mereka jalani ini tidaklah mudah, pahit. Perjuangan itu pahit. Mereka meminum kopi, bersantai sejenak dari perjuangan panjang mereka menempuh kesuksesan, melihat kepahitan-kepahitan yang mereka lalui dibantu dengan pahitnya kopi. Berefleksi sejenak, bahwa sejauh itulah mereka telah berjalan, sepanjang itulah usaha yang mereka lakukan.

Refleksi, peristirahatan sesaat untuk persiapan mereka bertempur kembali mewujudkan cita-cita mereka. Itulah.. Filosofi Kopi saya. Bagaimana dengan anda? Sudah minum kopi hari ini?

Saya minum dua.. puluh gelas..

becanda.

Rokok

Pertanyaan yang akan muncul adalah, kenapa seseorang merokok? Dan kenapa begitu banyak perokok di negara ini?


Ketika bertanya demikian jawaban yang muncul adalah, karena kita akan tahu rasanya apabila sudah mencoba, rokok adalah salah satu zat adiktif yang implikasinya bisa membuat seseorang ketagihan. Dan saya sudah mencoba memulai menghisap rokok pada usia 17 tahun. Sampai saat ini berarti sudah 3 tahun usia merokok saya. Berbagai kondisi yang telah saya lewati bersama batang-batang rokok sangat beragam bentuknya, mulai dari rasa kesenangan, kesepian, panik, lega, dan keberhasilan saya lewati dengan membakar batang demi batang. saya tertarik dengan aktivitas ini karena sering melihat orang tua saya merokok, tanpa maksud menyalahkan orang tua saya, saya hanya ingin memberikan gambaran bahwa orang tua adalah contoh yang paling dekat dan nyata dalam mempengaruhi perilaku anak yang terkait secara langsung oleh perilaku orang tuanya.

Bisa dibilang saya terpengaruh secara visual. Dengan tampilan yang seperti itu, maka jadilah saya seperti ini. Naif? Bukan, hanya menghargai kebebasan saat menghembuskan asap putih ke udara kosong. Menjadi bebas seperti asap adalah cita-cita anak muda seperti saya. Siapa yang tidak ingin bebas? Kembali merunut sejarah bangsa ini. Bangsa ini adalah bangsa yang pernah tertekan oleh penjajahan Portugis, Belanda dan Jepang. Pada masa itu berbagai tekanan-tekanan muncul dari stimulus yang timbul. Konon katanya rasa gelisah tersebut dapat menurun secara genetik. Oleh karena itu, bisa dibilang kaum pribumi di negeri ini menurunkan secara tidak sengaja rasa gelisah mereka kepada anak cucunya.

Sampai saat ini perasaan tertekan itu berubah menjadi kepulan asap yang diharapkan bisa membawa lari rasa gelisah didalam diri. Namun, menurut hemat saya perasaan gelisah tersebut bukan lari begitu saja tetapi sudah tersublimasi menjadi batang demi batang yang siap bakar. Terkotak-kotak dalam dus seukuran genggaman tangan, mudah dikantongi dan mudah di dapat. Maka sesuailah peribahasa yang mengatakan tidak ada asap,kalau tidak ada api yang menyulutnya. Saling mengisi, saling melengkapi dan saling meniadakan. Merokok hanya salah satu cara manusia bertahan terhadap stress yang melanda pikiran. Katarsis.


Lalu kenapa ada orang yang tidak merokok?


Mungkin, mereka hanya belum menemukan rokok yang cocok. Sejauh ini rokok terbagi menjadi tiga golongan;rokok putih, rokok kretek, dan rokok mint. Saya membagi menjadi tiga golongan karena perbedaan ketiga jenis rasa yang di produksi oleh masing-masing campuran didalamnya. Rokok putih adalah murni tembakau sehingga rasa yang dihasilkan cenderung menggigit tenggorokan anda, throat bites. Sedangkan rokok kretek mempunyai aroma khas karena didalam satu linting rokok kretek terdapat campuran cengkeh yang konon cengkeh adalah tanaman endemik di nusantara (salah satu komoditi yang diperebutkan pedagang asing pada masa kolonial portugis, sekitar abad ke XVII), rokok kretek adalah rokok yang banyak dijumpai di negara ini. Rokok terakhir masuk di golongan rokok yang beraroma khusus, yaitu mint. Sensasi segar dan dingin ketika menghisap rokok ini membuat rokok jenis ini digandrungi oleh kaum hawa, tidak menimbulkan rasa gatal di tenggorokan. Lebih lembut ketika di hisap.

Dimana saya bisa memperoleh rokok?


Pertanyaan yang cerdas ! dimana-mana kawan! Diseluruh pelosok negeri ini terdapat begitu banyak warung-warung yang menyediakan rokok. Bahkan, pedagang asongan khusus berkeliaran menjajakan dagangan berupa rokok,permen dan dengan gratis juga meminjamkan korek api. Dengan uang Rp.1500 anda bisa membeli sebatang rokok samsu (jenis kretek- rokok lainnya diketeng denganharga yang tidak jauh berbeda) dan 5 buah permen mint yang dapat sedikit menghilangkan aroma rokok dimulut. Paket yang lengkap bukan?

Tidak perlu khawatir tidak bisa menyalakan rokok, ketika korek anda hilang anda tinggal melangkah 2 langkah ke samping kiri atau kanan, maju 5 langkah kedepan atau mundur 3 langkah kebelakang, maka anda akan menemukan perokok yang tujuan hidupnya sama seperti anda. Ingin Bebas. Hampir semua orang di negeri ini adalah perokok. Ingat teori tentang social learning? Menurut hemat saya,Merokok adalah salah satu cara mendapatkan status sosial, masyarakat belajar bagaimana cara diterima dilingkungan. Merokok adalah salah satu cara. Dengan sebatang rokok plus meminjam korek. Anda sudah bisa memulai suatu obrolan ringan. Jangan segan meminjam rokok teman anda karena teman anda akan sangat rela meminjamkannya.

Jangan khawatir kehabisan bahan obrolan ketika bara dari sebatang rokok telah padam, karena anda masih punya 5 buah permen yang bisa menggantikan rokok yang anda pinjam dari teman anda. Akhir kata, jangan pernah berhenti merokok, karena sepanjang batang rokok lah usia hidup anda. Nikmati kebebasan anda yang hanya sementara. Nikmati semua itu. Jangan dilepas, karena lebih susah untuk memulai sesuatu yang baru daripada mengakhiri suatu kebersamaan.

Terimakasih telah meluangkan waktu untuk membaca tulisan ini. Salam hangat, Tukang pungut puntung.

Entitas Macam Apakah Saya?

Ga ada salahnya menggunakan daya pikir yang divergent, entah mau di anggap aneh ataupun keluar dari batas toleransi manusia lain. Karena pikiran yang terlalu biasa akan membuat lo serupa dengan makhluk disebelah lo. Gue punya temen yang selalu menanggapi pembicaraan dengan di dominasi oleh pernyataan ya, ya, ya, ya dan ya. Misalnya dikasih pertanyaan macam, Mau bakso ga? Hmm yaudah, boleh deh hehe * mungkin ini dia lagi galau antara gaenak nolak, gaenak takut disuruh bayar atau gaenak nahan laper lama-lama. Orang yang selalu memikirkan perasaan orang lain kaya gini kelak hidupnya bakalan susah, maap-maap kate nih ya, bukannya nyumpahin. Tapi coba deh pikirin ulang kenapa lo harus berkata ya? Kenapa lo gabisa berkata engga?

Mungkin pertanyaan diatas terlalu simpel, atau kalian mungkin mikirnya itu bisa-bisa gue aja ngomong kaya gitu? Terserah. Tapi coba lo liat disekitar lo, gausah jauh-jauh liat sekitar lo, sok nyari, sok mikir ada atau ga ya orang yang kaya gitu? Coba tilik kedalam diri lo sendiri sob, apakah lo itu orang yang seperti itu? Lebih mementingkan perasaan orang lain? Atau berpikir bahwa kepentingan bersama harus di dahulukan daripada kepentingan diri pribadi? Hah? Masa iya? Parah dong kalo iya, trus dimana kaki lo? Di atas muka orang lain apa masih pada tempatnya? Kalo iya tuh kaki lo ada diatas muka orang lain lo boleh cing ngerasa gaenak. Sekarang nyatanya lo masih BISA berdiri diatas kaki lo ! lantas pertanyaanya, apakah lo masih mau permisi make kaki lo sendiri? Nangkep maksud gue ga? Kaga?? Lo goblok !


Gimana sih caranya lo mengutarakan pendapat di kelas reguler berstrata 1? Ngumpet-ngumpet? Bisikin orang sebelah lo mengenai pendapat lo biar tu tetangga aja yang ngomong dan di dalem hati lo sendiri, lo Cuma bisa bilang *tuhkan bener kata gue!* jaaahhelah, sampe kapan cong lo mau permisi diatas lahan lo? Otak-otak lo, kenapa harus orang lain yang jadi bantalan? Mulai parah penyakit lo nih, yaitu gejala tidak enak pada diri sendiri. Bukan masuk angin atau ga enak badan. Tapi istilah kerennya dalam bahasa psikologi adalah neurosis.
Gue gamau jelasin sudut pandang gue tentang kata ajaib yang pasti dimiliki semua manusia terkecuali orang tidak waras itu,neurosis. Lo cari aja sonoh di wikipedia atau bisa langsung baca di buku theory of personality keluaran McGraw Hill.


Apakah kepentingan bersama itu….rrr – penting-?
Ga tuh. Yang paling penting adalah keseimbangan antara kepentingan pribadi lo dengan kepentingan makhluk lain. Seimbang. Satu kata yang punya arti mendasar terhadap kehidupan ini. Jangan sampe kepentingan lo terinjak jauh kedasar (cuma) hati yang tidak berujung, juga jangan biarkan orang lain terseret kedalam samudra tak bertepi. Bukan menyuruh untuk menjadi egois, tapi gue lebih menyuruh lo supaya sadar siapa diri lo, entitas macam apa sih lo sebenarnya?

Kesadaran Sosial Si Ngaca dan Si Canggung

POSTED BY 'H'
Karena rekan saya nampaknya terkena sindrom malas akut, maka saya sajalah yang nulis.

Pernah ngeliat orang ngaca di spion motor? Atau asik sendiri ngebetulin rambutnya yang gahul di etalase toko—atau apapun itu yang bisa mantulin bayangan dia? Taruhan deh, pasti pernah, atau malah mungkin malah kamu sendiri yang hobi banget ngelakuin itu? Atau.. pernah gak sih kamu menyadari seseorang itu sedang canggung? Grogi, ataupun cemas ketika sedang berkumpul bareng? Pernah?

Dua hal tersebut adalah kasus menarik yang saya coba untuk tarik benang merahnya kedalam satu sebab. Nah, kalau kita mulai mengaitkan, apakah ada korelasi antara ‘si-tukang-ngaca’ dan ‘si canggung’? Mungkin sama sekali tidak ada korelasinya, tapi saya gatal sekali ingin menggabungkan keduanya, walau tanpa dasar teori apapun. Maka dari itu, saya ingin sekali menyebutkan korelasi diantara keduanya adalah.. jreng.. kesadaran sosial.

Oho.. nabrak mungkin. Tapi saya mencoba untuk berpikiran fleksibel dan memasukkan segala kemungkingkan yang ada. Bagaimana nih, kesadaran sosial mereka-mereka yang doyan ngaca, dan mereka yang canggung?

Mudahnya, mereka berkaca tentunya ingin melihat penampilan mereka sendiri dalam pantulan cermin, dorongan untuk tampil se-sempurna mungkin di hadapan orang lain. Jika seseorang yang ditanya kenapa dia ingin tampil sempurna, tentunya karena dia sadar bahwa ada entitas lain diluar dirinya, yang memperhatikannya, yang menilai dirinya. Ketika seseorang berpakaian rapi ataupun berdandan, sebagian besar populasi manusia akan berpendapat itu semua dilakukan untuk orang lain—berlaku sejak seseorang menginjakkan kaki keluar kamar atau rumahnya. Lain soal kalau dia dandan untuk kepuasan pribadi di kamarnya.

Keinginan untuk tampil sempurna, tanpa cela di hadapan orang inilah yang membuat saya dan rekan saya, tentunya, berasumsi bahwa mereka yang rajin dandan adalah orang yang memiliki kesadaran sosial luar biasa. Berusaha untuk tampil sebaik mungkin sesuai dengan kultur masing-masing, yang juga sering kita sebut sebagai norma.

Lalu bagaimana dengan si canggung? Mungkin kamu pernah merasakan momen-momen dimana badan tidak bisa bergerak sebgaai mana mestinya, atau malah melakukan hal-hal lain yang sama sekali tidak sinkron sama apa yang dipikirkan. Misalnya nih, ketika sedang ujian, tiba-tiba pensil kamu terjatuh mengeluarkan suara yang nyaring, tapi lucunya, kamu bukannya langsung mengambil pensil tersebut tapi malah diam—panik bukan kepalang, merasa bahwa semua mata tertuju padamu, dan grogi berat hanya untuk mengambil sebatang pensil? Atau, kamu punya kecengan, berusaha untuk curi-curi pandang kearahnya, tapi ketika bertemu pandang dan kepergok lagi ngeliatin, kamu tiba-tiba buang muka, langsung menganggap bahwa kipas angin ataupun jendela kosong adalah suatu hal yang penting. Pernah kan?

Saya juga menglasifikasikan si canggung ini kedalam kategori orang yang memiliki kesadaran sosial tinggi, namun dalam taraf yang lebih awas dan waspada, bahkan kadang dicap dengan sebutan ‘ja’im’. Mereka amat sangat sadar dengan keberadaan orang lain, dan mungkin memiliki suatu imajinasi tersendiri bahwa tiap saat orang lain selalu mengamatinya, sehingga ia merasa ditekan untuk selalu bertindak sesuai dengan apa yang lingkungan mau.

Tapi tunggu dulu.. apa bener nih, kalau mereka yang doyan ngaca itu mempunyai kesadaran sosial yang tinggi? Pikir lagi deh. Apa iya jika seseorang memiliki kesadaran sosial yang tinggi, sadar bahwa ia merasa sedang diamati dapat ngaca dengan santainya di tengah kerumunan? Atau justru sebaliknya, mereka melakukannya untuk kepuasan diri dan bukan untuk orang lain? Kalau saya pribadi, saya tidak berani tuh ngaca di tempat umum, karena saya sadar.. banyak orang yang ngeliatin.. hehe..

Konklusinya? Well, it’s just a simple thought, pikirin konklusinya bareng aja deh.. happy contemplating, folks..

Perkenalan Dueh..

Helloh.

Euh, biar ga repot, post pertama ini gue bikin dengan metode 5w aja yeh.

Who?
Penulis dari blog gabungan ini adalah gue sendiri, dan satu sohib gue. Sama-sama kuliah di jurusan psikologi. Gue tinggal di Bandung, dia di Jakarta. Gitu dulu deh.

What?
Blog ini, adalah blog gabungan yang kedua penulis aslinya udah memiliki blog terlebih dulu, dapat dilihat di sini dan di sini. Rencananya, posting yang ada di blog ini akan kami baui (halah) dengan tema-tema psikologi, sesuai dengan jurusan yang kami berdua tekuni saat ini.

Where?
Alamat blog ini sekarang, rokok kopi manusia bukanlah judul yang valid, dikarenakan kami berdua ketiduran pada saat perumusan alamat blog ini. Jadilah, judul yang gue buat dadakan agar ide yang kami susun tidak terlalu melempem.

Why?
Kenapa? Apanya yang kenapa? Kenapa bikin blog? Tadinya, gue pikir asik aja punya blog keroyokan, yang bisa diisi bareng-bareng. Dan kenapa kita mengambil tema psikologi? Yah, karena kita, dan terutama gue ngga punya kekhususan apa-apa lagi selain psikologi yang memang lagi gue tekuni ini. Lagian sekalian ngamalin ilmu, ya ngga? Siapa tau pahala.

When?
Blog ini dibuat tengah malem buta geje, dimana kami berdua ketiduran dengan nyenyaknya saat mengkonsep blog ini.. alamak..

Gitu dulu folks..

Powered by Blogger